BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Otonomi
daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata
otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos
dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan
atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga
sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.
B. Rumusan
Masalah
Beberapa rumusan masalah yang akan
diteliti dalam pembuatan makalah in adalah antara lain :
a. Pengertian Otonomi
b. Dasar Hukum pada
Otonomi
c. Pelaksanaan Otonomi
Daerah
d. Pelaksanaan Otonomi
Daerah sebelum dan sesudah Orde Baru
e. Tujuan Otonomi Daerah
C. Tujuan
Makalah
Tujuan yang ingin dicapai oelh penulis
dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Ingin mengetahui
tentang pengertian Otonomi;
b. Ingin mengetahui
tentang Dasar Hukum pada Otonomi
c. Ingin mengetahui
tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah;
d. Ingin mengetahui
tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah sebelum dan sesudah Orde Baru;
e. Ingin mengetahui
tentang tujuan Otonomi Daerah;
D. Manfaat
Makalah
Manfaat yang diperoleh dari pembuatan
makalah in adalaha antara lain :
a. Mahasiswa mengetahui
tentang Otonomi Daerah yang mungkin mahasiswa belum mengetahui
b. Mahasiswa dapat media
pembelajaran tentang Otonomi
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi
dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos.
Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga
sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain
berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi
yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih
luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan
dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Terdapat
dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
- Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam
pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di
dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti
kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia
tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
- Nilai
dasar Desentralisasi Teritorial,
dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan
untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang
ketatanegaraan.
Dikaitkan
dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan
kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada
Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
- Dimensi
Politik, Dati II dipandang kurang
mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan
peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
- Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan
dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
- Dati
II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga
Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas
dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi
dan kondisi obyektif di daerah;
- Bertanggung
jawab, pemberian otonomi
diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok
tanah air; dan
- Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan
dorongan untuk lebih baik dan maju
Dasar hukum
·
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
·
Ketetapan
MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
·
Ketetapan
MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah.
·
UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
·
UU
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
·
Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
·
Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
·
Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
·
Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
·
Perpu
No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
·
Undang-Undang
No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan
otonomi daerah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan
titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan
potensi dan kekhasan daerah masing-masing.
Otonomi daerah diberlakukan di
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3839).
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). Selanjutnya,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini
telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
Ini merupakan kesempatan yang sangat
baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan
kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah
daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka
membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan
perundang-undangan.
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru
berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan
stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi
Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima,
digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar
partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis.
Banyak prestasi dan hasil yang telah
dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi
yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan
dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas
administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini,
Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut
Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah
tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga
meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga
prinsip:
- Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau
Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
- Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala
Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada
Pejabat-pejabat di daerah; dan
- Tugas
Pembantuan (medebewind),
tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang
ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya;
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah
baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan
dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga)
orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan
dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan
Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri. untuk masa jabatan 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan
hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban
memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau
apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya
di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan
kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28,
dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta
keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan
penyelidikan), dan kewajiban seperti
a. mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945;
b. menjunjung tinggi dan
melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. bersama-sama Kepala
Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan
Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan
kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan
d. memperhatikan
aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program
pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas,
nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu
komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi
(baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi
pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU
No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap
pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan
desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis
yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim
otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang
memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk
mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
- melakukan
pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi
peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
- pembentukan
negara federal; atau
- membuat
pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie
memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal
yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang
sebelumnya antara lain :
- Dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih
mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan
daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui
prakarsanya sendiri.
- Prinsip
yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas
dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara
proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat
dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
- Beberapa
hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif,
serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh
karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh
pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang
selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam
Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Sistem
otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan
pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter
dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada
daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
- Daerah
otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan
kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini
disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah
provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah
administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan
fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
- Kabupaten
dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam
hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi
dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota.
Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah provinsi,
kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan
desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada
pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Wilayah
Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari
garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan
wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.
- Pemerintah
Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD
bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran
dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada
DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab
kepada Presiden.
- Peraturan
Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai
pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat
yang berwenang.
- Daerah
dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan
pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah,
daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat
dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan
menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
- Setiap
daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih
bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
- Daerah
diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,
penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang
ditetapkan pemerintah.
- Kepada
Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi
otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi
yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang
tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama
antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan,
pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai
kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
- Pengelolaan
kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara
membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah
Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan
pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup
pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah,
Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang
menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan
lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu
Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan
Kandep dihapus.
- Kepala
Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta
Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah
2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
Tujuan otonomi daerah
Adapun
tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:
- Peningkatan
pelayanan masyarakat yang semakin baik.
- Pengembangan
kehidupan demokrasi.
- Keadilan
nasional.
- Pemerataan
wilayah daerah.
- Pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
- Mendorong
pemberdayaaan masyarakat.
- Menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Secara
konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan
politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan
melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk
mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui
pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara
pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen
birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan
indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.